Kahyangan Bathara Indra sedang berada dalam ancaman seorang raksasa
yang bernama Niwatakawaca. Ia sudah siap untuk menyerang dan
menghancurkan kahyangan Bathara Indra. Niwatakawaca tidak bisa
dikalahkan oleh siapapun baik Dewa maupun raksasa yang lain. Oleh
karenanya, Bathara Indra memutuskan untuk meminta bantuan manusia untuk
menghadapi raksasa itu. Pilihan jatuh kepada Arjuna putra tengah Pandawa
yang saat itu sedang bertapa di gunung Indrakila.
Namun,
terlebih dulu Bethara Indra menguji ketabahan Arjuna dalam melakukan
pertapanya. Tujuh orang bidadari yang kecantikannya sudah tidak bisa
diragukan lagi dipanggil untuk menjalankan tugas itu. Bidadari yang
terpenting dari ketujuh bidadari tersebut adalah Suprabha dan Tilottama.
Ketujuh bidadari tersebut diutus untuk menggunakan segala kemampuan dan
kecantikannya untuk merayu Arjuna.
Suprabha dan enam bidadari
yang lain pergi ke tempat Arjuna bertapa yaitu Gunung Indrakala untuk
menunaikan tugasnya. Sampailah para bidadari yang kecantikannya sungguh
menabjukan itu di gua tempat Arjuna bertapa. Mereka berusaha menggoda
Arjuna dengan memperlihatkan segala kecantikannya dan dengan segala akal
agar Arjuna bisa tergoda. Namun, usaha mereka tak sedikitpun memberikan
hasil. Tentunya mereka sangat kecewa, dan akhirnya mereka kembali ke
kahyangan dan melaporkan kepada Bathara Indra.
Mendengar
laporan dari pada bidadari utusannya, Bathara Indra gembira, karena itu
membuktikan bahwa Arjuna memang orang yang tepat dan pantas untuk dia
pilih sebagai lawan Niwatakawaca. Tetapi Indra masih memiliki sedikit
keraguan, dia masih bertanya-tanya apa sebenarnya tujuan Arjuna bertapa,
apakah untuk memperoleh kebahagiaan dan kekuasaan untuk dirinya
sendiri, sehingga ia tidak peduli degan keselamatan orang lain?
Bathara
Indra kemudian turun tangan sendiri untuk hal ini, ia kemudian turun
menghampiri Arjuna dan menyamar sebagai seroang resi tua yang telah
pikun dan bungkuk. Resi tua jelmaan Bathara Indra memperolok-olok dan
mengunggah kesatriaan Arjuna , Arjuna kemudian menghentikan tapanya
sebentar dan menyambut resi tua itu dengan penuh rasa hormat. Dalam
pertemuan itu terjadi diskusi falsafi yang di dalamnya terpapar suatu
uraian mengenai kekuasaan dan kenikmatan dalam makna yang sejati. Arjuna
cukup memahami segala hal yang di paparkan oleh Bathara Indra, ia lalu
menegaskan bahwa satu-satunya tujuan ia melakukan tapa brata adalah
untuk memenuhi kewajibannya selaku seorang ksatria serta membantu
kakaknya Yudhistira untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan
dunia. Mendengar jawaban dari Arjuna, Bathara merasa puas dan yakin,
maka ia mengungkapkan siapa dia sebenarnya. Bathara Indra kemudian
kembali ke kahyangan, sementara Arjuna melanjutkan tapa bratanya.
Raja
Raksasa mendengar apa yang terjadi di Gunung Indrakila. Ia kemudian
mengutus seorang raksasa yang bernama Muka untuk membunuh Arjuna. Muka
merubah wujudnya menjadi seekor babi hutan , dan mengacaukan hutan di
sekitar Arjuna bertapa. Arjuna yang mendengar kegaduhan itu segera
keluar dari guanya dengan membawa senjatanya. Pada saat yang sama,
Bathara Siwa juga sudah mendengar bagaimana Arjuna bertapa, ia kemudian
juga turun dalam wujud seorang pemburu dari suku Kirata.
Arjuna
melepaskan panahnya untuk membunuh babi hutan yang membuat kerusuhan
itu, dan pada waktu yang bersamaan pemburu Kirata jelmaan Siwa pun
melakukan hal yang sama. Kedua anak panah mereka ternyata menjadi satu
dan menewaskan babi hutan jelmaan Muka itu. Terjadilah perselisihan
antara Arjuna dan pemburu dari Kirata itu, siapa yang membunuh Babi
hutan itu. Terjadilah perdebatan yang sengit diantara keduanya dan
akhirya mereka berkelahi. Arjuna hampir saja kalah, kemudian ia memegang
kaki lawannya , namun pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan Siwa
menampakkan diri.
Bathara Siwa bersemayam selaku ardhanariswara
“Setengah Pria, setengah Wanita”, di atas bunga Padma. Dengan penuh rasa
hormat dan tulus Arjuna memujanya dengan suatu madah pujian dan yang
mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala
sesuatu. Siwa kemudian memberikan hadiah kepada Arjuna panah sepucuk
panah yang bernama Pasupati. Arjuna juga diberikan pengetahuan gaib
bagaimana mempergunakan panah itu.
Sementara Arjuna sedang
berpikir apakah ia sebaiknya kembai ke sanak saudaranya, datanglah dua
aspara (makhluk setengah dewa, setengah manusia) utusan dari kahyangan
yang membawa sepucuk surat dari bathara Indra. Isi dari surat itu,
meminta kesediaan Arjuna menghadap untuk membantu para Dewa untuk
membunuh Niwatakawaca. Arjuna menjadi ragu-ragu karena berarti ia akan
lebih lama terpisah dari keluarganya. Namun, akhirnya ia menyetujui,
kemudian mereka bertiga pergi ke kahyangan Bathara Indra.
Sesampainya
di Kahyangan, tentu saja Arjuna disambut oleh para bidadari yang
tergila-gila melihat ketampanannya. Bathara Indra kemudian menceritakan
keadaan di Kahyangan akibat ulah Niwatakawaca. Raksasa itu hanya bisa
dikalahkan oleh seorang manusia tetapi harus mengetahui titik lemahnya
terlebih dahulu.
Bidadari yang akan mendapat tugas untuk peri ke
istana dan mengetahui rahasia raksasa itu adalah Suprabha. Dia sudah
lama menjadi incaran raksasa itu. Arjuna mendapat tugas untuk menemani
Suprabha dalam melakukan misi tersebut. Arjuna menyanggupinya dan
kemudian turun ke bumi.
Akhirnya mereka sampai di istana raja
raksasa tersebut, disana sedang diadakan persiapan untuk perang melawan
para Dewata. Suprabha awalnya merasa ragu apakah bisa menjalankan tugas
yang dibebankan kepadanya, namun Arjuna memberi semangat kepadanya bhawa
ia akan berhasil asal ia mempergunakan segala rayuan seperti yang ia
lakukan ketika menggoda Arjuna saat bertapa.
Suprabha kemudian
menuju sebuah sanggar mestika (balai Kristal murni), di tengah-tengah
halaman istana. Sementara Arjuna mengikutinya, namun ia menggunakan aji
supaya ia tidak terlihat oleh orang. Beberapa dayang yang sedang
bercengkarama melihat kedatangan Suprabha dan menyambutnya dengan
gembira sambil menanyakan keadaan kahyangan. Beberapa dayang tersebut
dulunya juga berada di istana Indra. Suprabha menceritakan bahwa ia
meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, karena ia tahu bahwa itu
akan dihancurkan; sebelum ia bersama degan segala barang rampasan
ditawan, ia menyebarang ke Niwatakawaca.
Dua orang dayang
menghadap raja dan membawa berita yang memang sudah dinantikannya sekian
lama. Sang raja langsung menuju taman sari dan menimang dengan memangku
Suprabha. Suprabha menolak segala desakan Niwatakawaca yang penuh nafsu
birahi dan memohon agar sang raja menunggu sampai fajar menyingsing.
Suprabha
mencoba merayu dengan memuji kesaktian raja yang tak terkalahkan itu,
lalu ia bertanya, tapa seperti apa yang bisa menjadikan ia dianugerahi
kesaktian yang luar biasa. Niwatakaca terbujuk oleh rayuan Suprabha, dan
membeberkan rahasianya. Ia mengatakanbahwa ujung lidahnya merupakan
tempat kesaktiannya.
Ketika Arjuna telah mendengar pengakuan
Niwatakawaca, ia kemudian meninggalkan persembuyiannya dan menghancurkan
gapura istana. Niwatakawaca terkejut mendengar kegaduhan dahsyat itu,
Suprabha menggunakan saat itu untuk melarikan diri bersama Arjuna.
Menyadari
bahwa ia tertipu, meluaplah angkara murka sang raja, ia kemudian
memerintahkan pasukannya agar segera berangkat untuk melawan para Dewa.
Kahyangan diliputi rasa gembira karena Arjuna dan Suprabha bisa kembali
dengan selamat terlebih Indra sudah berhasil mengetahui apa kelemahan
dari Raksasa yang membuat onar di kahyangan. Para Dewa kemudian
membicarakan taktik bagaimana untuk memukul mundur musuh, namun hanya
Indra dan Arjuna yang tahu senjata apa yang telah mereka miliki untuk
menghancurkan lawan . Bala tentara para dewa, apsara dan gandharwa
menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.
Terjadilah
pertempuran sengit, Niwatakawaca terjun ke medan perang dan
mengobrak-abrik barisan para dewa yang dengan rasa malu terpaksa mundur.
Arjuna yang berada di belakang barisan tentara yang mundur, berusaha
menarik perhatian Niwatakaca. Arjuna pura-pura hanyut oleh tentara yang
lari terbirit-birit, tetapi busur telah disiapkannya.
Saat raja
raksasa itu mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan penuh amarah,
Arjuna menarik busurnya. Arjuna yang memang dikenal sebagai ahli dalam
ilmu memanah, sasarannya tidak meleset sedikitpun. Anak panah yang
dilepaskannya melesat masuk ke mulut raja raksasa itu dan menembus ujung
lidahnya. Ia jatuh tersungkur dan mati.
Pasukan raksasa
melarikan diri atau terbunuh, sementar para dewa yang tadinya mundur,
kini kembali menjadi pemenang. Para tentara kahyangan yang tadinya mati
dihidupkan lagi dengan air amrta.
Atas jasanya, Arjuna
mendapatkan penghargaan dari kahyangan. Selama tujuh hari (menurut
perhitungan kahyangan, sama dengan tujuh bulan di bumi manusiaia akan
bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Selain itu,
setelah ia dinobatkan, disusullah pernikahannya dengan tujuh bidadari.
Yang pertama ialah Suprabha, ia mendapat hak pertama, karena ia sudah
menempuh perjalanan yang penuh bahaya. Kemudian yang kedua, adalah
Tilottama, dan kelima bidadari yang lain. Nama bidadari yang lain yang
disebutkan adalah Palupy dan Menaka,sementara tiga lainnya tidak
disebutkan. Dalam Serat Mintaraga karya Sunan Paku Buwana III, bidadari
yang disebut adalah Gagarmayang, Supraba, Tilottama, Warsiki dan
Warsini. Sedangkan dalam dua ceita yang berjudul Mintaraga
(Mayer,1924:124), disebutkan hanya lima bidadari, yaitu Supraba,
Wilotama, Warsiki, Surendra dan Gagarmayang.
Hari demi hari
berlalu, Arjuna mulai gelisah, ia rindu dengan saudara-saudaranya. Ia
mengurung diri dalam sebuah balai di taman dan mencoba menyalurkan
perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini tidak luput dari perhatian
Menaka dan Tilottama. Dan yang terakhir, ia berdiri di balik pohon dan
mendengar kesulitan Arjuna menggubah baris penutup bait kedua sayairnya.
Tilottama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu.
Setelah
genap tujuh hari (tujuh bulan di bumi), Arjuna akhirnya pamit kepada
Indra, ia kemudian diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan kereta
Sorgawi.